HAK, KEWAJIBAN, KEADILAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERBUATAN AKHLAK
BAB
II
1.
HAK
A. Pengertian dan Macam - macam Hak
Hak dapat diartikan sebagai wewenang atau kekuasaan yang
secara etis seseorang dapat mengerjakan, memiliki, meninggalkan, mempergunakan
atau menuntut sesuatu. Menurut Poedjawijatna mengatakan bahwa yang dimaksud
dengan hak ialah semacam milik, kepunyaan, yang tidak hanya merupakan benda
saja, melainkan pula tindakan, pikiran dan hasil pikiran itu. Jika seseorang
misalnya mempunyai hak atas sebidang tanah, maka ia berwenang, berkuasa untuk
bertindak atau memanfaatkan terhadap miliknya itu, misalnya menjual, atau
memanfaatkannya.
Didalam Al – Qur’an kita jumpai kata al
– haqq yang merupakan terjemahan dari kata hak yang berarti milik
atau orang yang menguasainya. Pengertian al – haqq dalam Al – Qur’an
sebagaimana dikemukakan al – Raghib al – Asfahani adalah al – mutabaqah wa al
muwafaqah artinya kecocokan, kesesuaian dan kesepakatan, seperti
cocoknya kaki pintu sebagai penyangganya.
Dalam perkembangan selanjutnya kata al – haqq dalam
Al – Qur’an digunakan untuk empat pengertian.Diantaranya :
a.
Pertama, untuk menunjukkan terhadap pelaku yang
mengadakan sesuatu yang mengandung hikmah. Seperti adanya Allah disebut sebagai
al – haqq karena Dia-lah yang mengadakan sesuatu yang mengandung hikmah dan
nilai bagi kehidupan.
b.
Kedua, kata al – haqq digunakan untuk menunjukkan
kepada sesuatu yang diadakan yang mengandung hikmah.Misalnya Allah SWT.
Menjadikan matahari dan bulan dengan al – haqq, yakni mengandung hikmah bagi
kehidupan.
c.
Ketiga, kata al – haqq digunakan untuk menunjukkan
keyakinan ( I’ tiqad ) terhadap sesuatu yang cocok dengan
jiwanya.Seperti keyakinan seseorang terhadap adanya kebangkitan di akhirat,
pahala, siksaan, surga, dan neraka.
d.
Keempat, kata al – haqq digunakan untuk menunjukkan
terhadap perbuatan atau ucapan yang dilakukan menurut kadar atau porsi yang
seharusnya dilakukan sesuai keadaan waktu dan tempat.
B. Macam – Macam dan Sumber Hak
Ada
beberapa macam hak, namun ada beberapa faktor yang menyertainya, diantaranya :
·
Pertama, faktor yang merupakan hal ( obyek )
yang hakiki ( dimiliki ) yang selanjutnya disebut hal obyektif. Hak ini baik
bersifat fisik maupun non Fisik.
·
Kedua, faktor orang ( subyek ) yang berhak, yang
berwenang untuk bertindak menurut sifat-sifat itu, yang selanjutnya disebut hak
subyektif.
Dilihat dari segi obyek dan hubungannya denga akhlak,
hak itu secara garis besar dapat dibagi menjadi tujuh bagian,yaitu :
o
Hak Hidup
o
Hak mendapatkan perlakuan hukum
o
Hak mengembangkan keturunan ( hak kawin )
o
Hak milik
o
Hak mendapatkan nama baik
o
Hak kebebasan berpikir
o
Hak mendapatka kebenaran
Semua hak itu tidak dapat diganggu gugat, karena
merupakan hak asasi manusia, karena yang dapat mencabut hak-hak tersebut hanya
Tuhan.Hak asasi manusia itu dalam sejarah dan masyarakat diperkosa, atau
diperlakukan secara diskriminatif. Terhadap kelompok yang satu diberikan
kebebasan unutk menyatakan pikiran dan melakukan usahanya dibidang materi,
sedangkan pada kelompok yang lainnya dibatasi dan tidak diberikan peluang untuk
berusaha. Berkenaan dengan ini maka pada tahun 1948 Perserikatan Bangsa –bangsa
( PBB ) mengeluarkan pernyataan kedua tentang Hak Asasi Manusia ( Declaration
of the Human Right ).
Selanjutnya dalam masyarakat yang yang teratur baik, hak
asasi manusia itu dinyatakan dalam bentuk undang – undang, yang bianya merupakan
aturan yang umum sekali untuk masyarakat tertentu, baik masalah pidana maupun perdata. Dengan
demikian keberadaan Hak – hak asasi manusia yang tercermin dalam UUD 1945 itu
menggambarkan hubungan yang erat antara hak-hak asasi manusia dengan ajaran
moral.
2.
KEWAJIBAN
Hak itu merupakan wewenang dan bukan kekuatan, maka ia
merupakan tuntutan, dan terhadap orang lain hak itu menimbulkan kewajiban,
yaitu kewajiban menghormati terlaksananya hak-hak orang lain. Dengan cara
demikian orang lain pun berbuat yang sama pada dirinya, dan denga demikian akan
terpeliharalah pelaksanaan hak asasi manusia itu.
Denga demikian masalah kewajiban memegang peranan
penting dalam pelaksanaan hak. Namun perlu ditegaskan disini bahwa kewajiban
disinipun bukan merupakan keharusan fiksi, tetapi tetap berwajib, yaitu wajib
yang berdasarkan kemanusiaan,karena hak yang merupakan sebab timbulnya
kewajiban itu juga berdasarkan kemanusiaan.
Didalam ajaran islam, kewajiban ditempatkan sebagai
salah satu hukum syara’, yaitu suatu perbuatan yang apabila
dikerjakan akan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan akan mendapatkan
siksa. Dengan kata lain, bahwa kewajiban dalam agama berkaitan dengan
pelaksanaan hak yan diwajibkan oleh Allah. SWT. Contohnya seperti melaksanakan
shalat lima waktu,
membayar zakat bagi orang yang memiliki harta tertentu dan sampai batas nisab,
dan berpuasa di bulan ramadhan misalnya adalah merupaka kewajiban.
3. KEADILAN
Sejalan dengan adanya hak dan kewajiban tertentu diatas,
maka timbul pula keadilan. Poedjawijatna mengatakan bahwa keadilan adalah
pengakuan dan perlakuan terhadap hak ( yang sah ). Sedangkan dalam literatur
agama islam, keadilan dapat diartikan istilah yang digunakan untuk menunjukkan
pada persamaan atau bersikap tengah-tengah atas dua perkara. Keadilan ini
terjadi berdasarkan keputusan akal yang dikonsultasikan dengan agama.
Mengingat hubungan hak, kewajiban dan keadilan demikian
erat, maka dimana ada hak, maka ada kewajiban, dan dimana ada kewajiban maka
ada keadilan, yaitu menerapkan dan melaksanakan hak sesuai dengan tempat, waktu
dan kadarnya yang seimbang.
4.
HUBUNGAN HAK, KEWAJIBAN DAN KEADILAN
DENGAN AKHLAK
Sebagaimana telah dikemukakan diatas bahwa yang disebut
akhlak adalah perbuatan yang dilakukan denga sengaja, mendarah daging,
sebenarnya dan tulus ikhlas karena Allah SWT. Hubungan dengan hak dapat dilihat
pada arti dari hak yaitu sebagai milik yang dapat digunakan oleh seseorang
tanpa ada yang menghalanginya. Hak yang demikian itu merupakan bagian dari
akhlak, karena harus dilakukan oleh seseorang sebagai haknya.
Akhlak yang mendarah daging itu kemudian menjadi bagian
dari kepribadian seseorang yang dengannya timbul kewajiban untuk
melaksanakannya tanpa rasa berat. Sedangkan keadilan sebagaimana telah
teruraikan dalam teori pertengahan ternyata merupakan induk akhlak. Dengan
terlaksananya hak, kewajiban dan keadilan, maka dengan sendirinya akan
mendukung terciptanya perbuatan yang akhlaki. Disinilah letak hubungan
fungsional antara hak, kewajiban dan keadilan dengan akhlak.
Tidak ada komentar